Jakarta, Komisi Pemilihan Umum membahas ulang isi 10 draf
peraturan KPU terkait dengan pemilihan kepala-wakil kepala daerah serentak. KPU
akan merevisinya sesuai masukan dari berbagai pihak saat uji publik seluruh
draf peraturan tersebut dan masukan dari KPU daerah.
"Kami akan membahas dalam rapat internal sambil
menunggu proses rapat konsultasi seluruh rancangan peraturan KPU itu dengan DPR
dan pemerintah," ujar komisioner KPU, Ida Budhiati, Selasa (24/3), di
Jakarta.
KPU menyusun draf 10 peraturan untuk menjalankan UU
Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali
Kota. KPU juga siap merevisi draf peraturan sesuai masukan hasil uji publik
untuk efektivitas penyelenggaraan sepanjang tidak bertentangan dengan norma dan
kaidah UU No 1/2015.
Menurut Ida, salah satu poin dalam rancangan peraturan
KPU yang akan dibahas kembali oleh KPU terkait pembatasan pembiayaan kampanye
oleh peserta pemilihan. KPU telah menerima masukan dari Perkumpulan untuk
Pemilu dan Demokrasi (Perludem) bahwa rumusan pembatasan dana kampanye KPU
terlalu longgar.
Ida melanjutkan, tidak mudah bagi KPU menentukan rumus
yang tepat untuk membatasi pembiayaan kampanye. Terlebih komponen pembatasan
pembiayaan kampanye itu sudah diatur di dalam undang-undang, yaitu jumlah
penduduk, cakupan luas wilayah, dan standar biaya daerah. "Jadi, batasan
yang dibuat harus mengacu ke ketiga komponen itu," ucapnya.
Perludem juga meminta agar pembatasan penerimaan dana
kampanye diperluas. Perludem meminta KPU juga membatasi sumbangan dari pasangan
calon dan partai politik.
Ketua Perludem Didik Supriyanto mengatakan, pembatasan
dana kampanye penting untuk mencegah dominasi partai politik mengendalikan
pasangan calon kepala daerah. Pembatasan penerimaan dana kampanye dari pasangan
calon dibutuhkan untuk menunjukkan dukungan partai politik dan pemilih riil.
Seusai pertemuan dengan Mahkamah Agung, Ketua KPU
Husni Kamil Manik mengatakan, jadwal tahapan pemilihan, termasuk di dalamnya
tahapan mekanisme penyelesaian sengketa pemilihan, sudah sesuai dengan
mekanisme yang selama ini berlaku di Mahkamah Agung. "Artinya, jadwal tahapan
yang kami susun, terutama terkait sengketa pemilihan, kemungkinan besar tidak
akan berubah. Jika nanti memang ada sengketa pemilihan yang berlanjut sampai ke
MA, kami tetap yakin penyelenggaraan pemilihan kepala-wakil kepala daerah tidak
akan terganggu," katanya.
Namun, Komisi II DPR menilai sejumlah aturan dalam
draf peraturan KPU tidak sesuai dengan UU No 1/2015. KPU tidak berwenang
membuat norma baru. "Jadi, memang banyak aturan dalam (rancangan) PKPU
yang tidak sesuai dengan UU," kata Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai
Golkar Rambe Kamarul Zaman di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Rambe menjelaskan, UU Pilkada dibuat dengan filosofi
dan semangat tertentu. Namun, KPU menafsirkan berbeda dengan semangat pembuat
UU. Rambe mencontohkan larangan keluarga gubernur, bupati, dan wali kota
menjadi calon kepala daerah. UU mengatur kerabat gubernur, bupati, dan wali
kota dilarang mencalonkan diri di daerah yang sama. Dalam draf PKPU malah
diatur kerabat gubernur, bupati, dan wali kota dilarang maju di semua daerah.
"Jadi, seharusnya keluarga bupati daerah A tidak
boleh mencalonkan diri di daerah A saja. Ia tetap bisa mengikuti pilkada di
daerah lain. Maksud UU begitu, tetapi KPU menafsirkan tidak boleh maju di semua
daerah. Ini bagaimana?" kata Rambe.
DPR juga mempersoalkan draf aturan penundaan
pelantikan kepala daerah terpilih yang menjadi tersangka yang tidak diatur UU
Pilkada. Anggota Komisi II dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan,
Arif Wibowo, menambahkan, draf PKPU juga bertentangan dengan asas praduga tak
bersalah. Komisi II DPR akan mengkaji seluruh draf PKPU. Menurut rencana,
Komisi II DPR akan membahasnya mulai Kamis (26/3).
Sumber :
www.rumahpemilu.org
Posting Komentar